Amsterdam, 1 Januari 2023
Saudara-saudari sebangsa,
Tahun 2022 sudah di belakang kita. Tahun jang penuh peristiwa di mana kita harus berurusan dengan dunia jang terus berubah. Pertama pandemi menguasai hidup kita selama lebih dari 2 tahun. Sebuah periode di mana kita harus mengalami betapa rentannja kita. Bagaimana dari satu hari ke hari berikutnja kehidupan dan masa depan setiap orang bisa terlihat sangat berbeda.
Kemudian kami dihadapkan dengan perang antara Ukraina dan Rusia.
Perang jang semakin dekat dan jang kita alami akibatnja setiap hari. Tak perlu dikatakan akibatnja bagi bangsa kita di Maluku lebih besar dari jang kita alami. Lagi pula, majoritas bangsa kita hidup djauh di bawah garis kemiskinan. Maluku tahun ini kembali menempati urutan ke-3 dalam daftar daerah termiskin Republik Indonesia. Dalam konteks ini, setjara khusus kami ingin menundjuk pada posisi pedih dari para tahanan RMS, di antaranja Pieter Likumahua, Alexander Workala dan Benjamin Naene.
Mereka dan anggota keluarga mereka mengalami penderitaan. Sedjalan dengan itu, kami djuga menjebutkan para pengungsi dari negeri Kariu jang sudah hampir setahun menunggu di tenda untuk kembali ke negerinja Kariu. Kebutuhan mereka djuga besar.
Perang antara Ukraina dan Rusia menundjukkan kepada kita bahwa dukungan dari sekutu sangat menentukan keberhasilan perdjuangan untuk kebebasan. Tanpa dukungan Amerika dan Eropa – tidak peduli begitu besar semangat berdjuang rakjat Ukraina – maka Ukraina bernasib sama dengan negara dan bangsa Maluku setelah diproklamasinja RMS merdeka pada 25 April 1950 di Ambon.
Sesudah proklamasi dunia tidak membantu bangsa Maluku. Negara-negara anggota PBB hanja menonton. Pemerintah Belanda berturut-turut telah menolak untuk memenuhi kewadjiban mereka berdasarkan hukum internasional, tetapi terutama tanggung djawab politik dan moral mereka terhadap bangsa Maluku. Justru sebaliknja jang terdjadi. Di bawah pengawasan pemerintah Belanda saat itu, kapal-kapal milik Perusahaan Paket Belanda (KPM) bahkan mengangkut pasukan dari Republik Indonesia ke Maluku pada tahun 1950 untuk menjerang dan menduduki RMS.
Konsekuensi dari ini diketahui. Wilajah RMS telah dianeksasi dan diduduki setjara paksa oleh negara Republik Indonesia. Sedjak tahun 1950 bangsa Maluku telah hidup dalam kemiskinan dan penindasan. Eksploitasi ekonomi kepulauan Maluku semakin hari semakin meningkat. Kebrutalan dan ekspansionisme investor (Asing), termasuk di Pulau Seram, Buru, Aru, Halmahera seolah tidak ada batas. Mereka didukung dalam eksploitasi illegal sumber daja alam tanah air kita oleh pemerintah pusat di Jakarta, polisi dan tentara.
Saudara-saudari sebangsa,
Kekuatan RMS khususnja terletak pada statusnja di bawah hukum internasional. Jang sangat kuat. Status jang tidak dapat diambil oleh siapa pun dari kita.
Dengan mendeklarasikan RMS merdeka pada tanggal 25 April 1950 di Ambon, bangsa Maluku telah mewudjudkan haknja untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan hukum internasional jang berlaku. Pendapat hukum dari prof. E. de Brabandere dan Dr. N.Higgins memperkuat keberadaan dan keberlangsungan RMS – meskipun pendudukan Indonesia sedjak 25 April 1950 – hingga saat ini. Status RMS menurut hukum internasional tetap berlaku penuh.
Ini berarti bahwa kita harus mendjaga dan memperkokoh eksistensi dan kelangsungan Negara. Oleh karna itu, salah satu prioritas pemerintahan RMS pada tahun 2023 adalah penjelesaian revisi UUD sementara 1950. Pembentukan parlemen darurat RMS pada tahun 2023 djuga penting. Partisipasi saudara-saudari sebangsa dari tanah air jang diduki – terlepas dari latar belakang agama dan asal etnis mereka – merupakan sjarat penting. Merupakan tantangan besar bagi kita untuk mewudjudkan parlemen darurat.
Selain itu, keputusan kewarganegaraan akan diambil pada tahun 2023. Mereka jang memenuhi kriteria jang akan ditentukan – setelah membuat pernjataan kesetiaan – memperoleh kewarganegaraan RMS. Ini termasuk mengeluarkan bukti kewarganegaraan. Pengakuan kewarganegaraan oleh negara ketiga tidak relevan. Faktanja, pemerintah di pengasingan memiliki kewenangan hukum untuk mengambil keputusan kewarganegaraan dan selandjutnja melaksanakan keputusan tersebut. Kami akan menggunakan kewenangan ini pada tahun 2023.
Antjaman njata bagi kelangsungan keberadaan RMS terletak pada kemungkinan suatu saat Keradjaan Belanda akan mengakui setjara sah proklamasi 17 Agustus 1945 tentang negara Republik Indonesia – jang terdiri dari sebagian pulau Jawa, Sumatra dan Madura – sebagai tanggal akan mengakui kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengakuan ini dapat mengakibatkan proklamasi RMS jang menurut teks proklamasi tanggal 25 April 1950 djuga berdasarkan UUD Negara Indonesia Serikat tahun 1949, akan kehilangan dasarnja.
Pemerintah RMS dapat tenangkan hati saudara. Kemungkinan terdjadinja hal ini sangat ketjil. Pemerintah RMS telah menugaskan seorang ahli terkenal di bidang hukum tata negara untuk menjelidiki masalah ini lebih landjut. Hasil penelitian – jang akan dipublikasikan – menunjukkan bahwa pengakuan tersebut dapat dikatakan nihil, mengingat konsekuensi hukum jang luas bagi Keradjaan Belanda – dan mungkin djuga bagi Republik Indonesia.
Namun demikian pemerintah RMS – djika kebenaran kesimpulan penjelidikan ditentang – menantang pemerintah Belanda dan Republik Indonesia untuk menindjau kembali masalah pengakuan 17 Agustus 1945 – sebagai tanggal kemerdekaan seluruh Indonesia di bawah hukum internasional – ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pada saat jang sama, Mahkamah Internasional kemudian dapat membrikan putusan atas sah tidaknja proklamasi RMS pada tanggal 25 April 1950 dan selandjutnja aneksasi dan pendudukan jang tidak sah wilajah RMS setjara melawan hukum oleh Republik Indonesia. Pendapat hukum dari badan peradilan tertinggi PBB – Mahkamah Internasional – dapat membrikan djawaban jang pasti kepada semua fihak jang terlibat – Keradjaan Belanda, Republik Indonesia dan Republik Maluku Selatan.
Kami mengadjak pemerintah Belanda saat ini – sebagai negara anggota PBB – dan parlemen untuk mengambil langkah ini. Lagi pula, setelah hampir 73 tahun pemerintah dan parlemen Belanda dapat memulihkan apa jang gagal mereka lakukan setelah 25 April 1950.
Berbuat adil kepada bangsa Maluku, karna sekarang pemerintah Belanda dan parlemen Belanda berkomitmen – terlepas dari biajanja – untuk membela kebebasan dan kesedjahteraan negara dan bangsa Ukraina.
Bangsa Maluku telah mengalami ketidakadilan jang luar biasa. Itu tidak dapat disangkal.
Oleh karna itu, pada perode jang lalu, pemerintah RMS telah setjara terbuka memohon untuk melakukan penjelidikan menjeluruh atas akibat dari proses dekolonisasi jang belum selesai bagi bangsa Maluku. Ini menjangkut periode setelah 27 Desember 1949. Kami senang bahwa sekarang mendjadi djelas bahwa permohonan pemerintah RMS untuk penjelidikan menjeluruh terhadap berbagai aspek dekolonisasi bangsa Maluku telah diterima dan disebarkan oleh beberapa organisasi.
Pemerintah RMS di pengasingan menjimpulkan, bahwa pemerintah Belanda – dan majoritas anggota parlemen Belanda – sampai hari ini menolak untuk mengakui setjara terbuka bahwa militer KNIL generasi pertama dan anggota keluarganja diterima dengan tjara jang memalukan di Belanda pada tahun 1950 dan diperlakukan dengan tjara jang sangat buruk selama bertahun-tahun.
Kesedian pemerintah Belanda – didukung parlemen – untuk meminta maaf kepada bangsa Maluku belum terlihat. Apalagi kemauan untuk bekerdja memperbaiki ketidakadilan jang diderita.
Bahkan mengambil tanggung djawab atas hak-hak kuburan generasi pertama pemerintah Belanda serahkannja kepada dewan2 kota. Apakah bekas militer KNIL jang diangkut ke Belanda diperkerdjakan oleh pemerintah kota atau oleh negara Belanda? Apakah mereka diangkut ke Belanda untuk sementara waktu atas perintah dewan2 kota atas dasar pesanan dinas atau pesanan ini datang dari pemerintah Belanda? Bahkan dalam hal ini pemerintah Belanda membuat pilihan politik jang strategis. Pemerintah tidak mau memikul tanggung djawab apapun atas akibat kedatangan militer KNIL dan keturunannja ke negeri Belanda setjara tidak sengadja. Bahkan tidak sampai pada tempat peristirahatan terakhir mereka di negara tempat mereka dibawa untuk sementara waktu di luar keinginan mereka.
Saudara-saudari sebangsa,
Pemerintah Belanda, melalui Perdana Menteri M.Rutte tidak hanja menjangkal hak bangsa Maluku untuk menentukan nasib sendiri. Pemerintah saat ini melangkah lebih djauh. Dalam tanggapannja tertanggal 14 Oktober 2022 jang ditudjukan kepada pemerintah RMS, Perdana Menteri mengaibakan keberadaan bangsa Maluku. Bangsa Maluku hanja diberi label Belanda Indo oleh pemerintah Belanda. Menurut pandangan pemerintah Belanda bangsa Maluku hanjalah bagian dari warisan kolonial Hindia-Belanda sebelumnja.
Mengingat perkembangan sebelumnja – jang kami anggap sangat mengantjam RMS, tetapi djuga mempengaruhi hak hidup bangsa Maluku – pemerintah di pengasingan memutuskan untuk menjelenggarakan rapat informasi nasional pada tanggal 14 Januari 2023. Lokasi dan program akan diumumkan kemudian. Pada hari ini kita dapat bertukar fikiran satu sama lain dalam segala keterbukaan tjara bagaimana kita akan melawan antjaman tersebut.
Selandjutnja, aksi protes akan berlangsung di Den Haag di depan gedung parlemen pada 26 Januari 2023 di bawah pimpinan tim demo RMS. Pada hari ini, atas inisiatif partai politik BIJ1 – kalau bisa didukung oleh partai politik lain – pokok-pokok perhatian tersebut akan diangkat dalam debat panitia di parlemen. Informasi lebih landjut tentang atjara ini akan segera menjusul. Sementara itu, BIJ1 telah mengadjukan pertanjaan parlementer kepada Perdana Menteri. Kami menunggu djawaban atas pertanjaan-pertanjaan ini dengan penuh minat.
Saudara-saudari sebangsa,
Waktunja telah tiba untuk suara kita didengar dengan kekuatan dan kesatuan.
Untuk bergabung – terlepas dari perbedaan kita – dan untuk bergerak. Masalahnja sekarang lebih dari sekadar RMS. Perlakuan tidak sopan pemerintah Belanda berturut-turut sedjak tahun 1950 dan seterusnja memperlakukan militer KNIL-Maluku dan keturunannja – tetapi djuga bangsa kita di Maluku – adalah sama untuk semua orang. Sadarilah ini dengan baik.
Ketika angkatan pertama tentara KNIL diberhentikan dengan segera, negara Belanda tidak membeda-bedakan apapun antara mereka jang berasal dari pulau Ambon atau Kei, apakah mereka Muslim atau Kristen, atau pangkat militer apa jang mereka pegang. Setelah tiba, semua orang dipetjatkan dengan sangat tidak hormat, dikurung di kamp-kamp dan disesatkan selama bertahun-tahun oleh Negara Belanda. Itulah kenjataan pahit jang menjakitkan.
Oleh karena itu bangsa Maluku di tanah air dan jang menetap di sini harus mendapat keadilan setelah 73 tahun.
Akhirnja, kami berharap saudara-saudari semua diberkati, tetap tinggal sehat tetapi jang terpenting tahun 2023 mendjadi tahun jang penuh semangat.
Salam kebangsaan,
Mena Muria!!!
Pemerintah RMS di Pengasingan
Mr. J.G.Wattilete
Kepala Negara