Dalam persidangan Antonius Latumutuany di Masohi, Usman Hamid (Direktur Amnesty International Indonesia) menyampaikan pernyataan tertulis pada tanggal 23 Oktober 2023. Usman Hamid diminta oleh pengacara Semuel Waileruny untuk menjadi salah satu saksi ahli untuk Latumutuany.
Kesaksiannya menunjukkan bahwa tuduhan makar terhadap Latumutuany tidak berdasar dan saling bertentangan, serta menyerukan agar Latumutuany dibebaskan. Kesaksian Usman Hamid sangat layak untuk dibaca.
Argumen direktur Amnesty International ini sebagian didasarkan pada instrumen internasional yang diakui oleh PBB, termasuk Prinsip-prinsip Siracusa dan Prinsip-prinsip Johannesburg. Menurut prinsip-prinsip yang diterima secara internasional ini, ekspresi seperti penghibaran bendera atau simbol-simbol terlarang dan mengadakan demonstrasi tidak boleh dianggap dan ditafsirkan sebagai seruan untuk melakukan kekerasan.
Menurut Usman Hamid, tindakan terdakwa Antonius Latumutuany dilindungi oleh konstitusi dan tidak dapat dihukum berdasarkan pasal makar dalam hukum Indonesia. Antonius Latumutuany hanya mengekspresikan pendapat politiknya dalam menjalankan haknya untuk kebebasan berekspresi.
Karena alasan yang belum diketahui, Presiden RMS mr. John Wattilete tidak diberi kesempatan oleh pihak berwenang untuk menyampaikan keterangannya sebagai saksi ahli dalam persidangan.
Pada hari Senin 20 November, Jaksa Penuntut Umum akan membacakan tuntutannya di Pengadilan di Masohi. Sidang ini telah ditunda dua kali sebab Jaksa Penuntut dikabarkan harus ‘berkonsultasi terlebih dahulu’ dalam kasus yang ‘sensitif dan kompleks‘ ini. Bisa dibayangkan bahwa pernyataan Usman Hamid menyebabkan penundaan ini. Hal ini memberikan waktu bagi pihak kejaksaan untuk merenung dan memikirkan kata-kata yang tepat untuk menyelesaikan kesalahan yudisial mereka.
Pemerintah RMS menyerukan semua orang untuk mengikuti kasus pengadilan tersebut dengan cemat dan mengambil tindakan. Jika ada perkembangan baru, kami akan mengumumkannya di kanal-kanal kami.
Antonius Latumutuany telah ditahan dengan alasan yang tidak tepat sejak 18 Maret tahun ini. Antony, 27 tahun, telah menikah dan ayah dari dua anak yang masih kecil. Anak sulungnya berusia 3 tahun. Pada tanggal 3 September lalu, anak bungsunya lahir. Saat istrinya Wiwi Surlialy akan melahirkan, ia dan pengacaranya mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Namun, permohonan ini ditolak. Untuk menghidupi keluarganya, Antony bekerja sebagai petani. Di lahan pertaniannya sendiri, ia mengambil tindakan terhadap pos perbatasan baru yang ditempatkan di tanahnya tanpa konsultasi apa pun. Penybaran foto-foto bendera RMS yang dia gantung di dahan salah satu pohonnya yang dia posting di internet, menyebabkan dia ditangkap dan didakwa melakukan makar.